Lagu “APT” yang dinyanyikan oleh Rose Blackpink, anggota grup K-pop terkenal Blackpink, telah menarik perhatian dunia musik sejak dirilis. Namun, seiring dengan popularitasnya, beberapa negara mulai memberlakukan larangan terhadap lagu tersebut. Larangan ini sering kali dipicu oleh berbagai alasan, termasuk isu-isu budaya, politik, atau nilai-nilai sosial yang dianggap bertentangan. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa negara yang telah melarang lagu “APT” serta alasan di balik keputusan tersebut.
Negara-Negara yang Melarang Lagu “APT”
1. Korea Utara
Korea Utara dikenal dengan kebijakan ketatnya terhadap media dan hiburan dari luar negeri. Pemerintah negara ini memandang lagu-lagu K-pop, termasuk “APT,” sebagai ancaman terhadap ideologi negara. Lagu-lagu yang dianggap mempromosikan nilai-nilai kapitalis atau individualisme sering kali dilarang. Sebagai hasilnya, “APT” tidak diizinkan untuk diputar di media manapun di Korea Utara.
2. Afghanistan
Di Afghanistan, menurut media website Jasa PBN terutama di bawah pemerintahan Taliban, musik sering kali dianggap tidak sesuai dengan norma-norma agama dan budaya yang dijunjung tinggi. Lagu-lagu yang mengekspresikan kebebasan atau gaya hidup modern, seperti “APT,” sering kali menjadi target larangan. Masyarakat di Afghanistan sangat terbatas dalam menikmati musik, terutama musik dari luar yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
3. Iran
Iran memiliki sejarah panjang dalam melarang musik pop dan budaya asing. Lagu “APT” dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh pemerintah. Selain itu, banyak lagu K-pop, termasuk karya-karya Blackpink, dianggap mengandung pesan-pesan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Oleh karena itu, “APT” tidak dapat diputar di media resmi di Iran.
4. Arab Saudi
Arab Saudi adalah negara yang menerapkan hukum dan norma sosial yang ketat. Meskipun ada perubahan dalam beberapa tahun terakhir, musik dari luar negeri, terutama yang dianggap tidak sesuai dengan budaya lokal, sering kali dilarang. Lagu “APT” dengan tema yang dianggap tidak pantas untuk masyarakat Saudi telah dihapus dari platform musik dan media.
5. Yemen
Di Yemen, situasi politik dan sosial yang tidak stabil turut memengaruhi kebijakan terhadap musik. Lagu-lagu yang dianggap berisi pesan-pesan negatif atau merusak moral sering kali dilarang. “APT,” yang dipandang sebagai perwakilan dari budaya pop modern yang tidak sesuai, telah dilarang di beberapa wilayah di Yemen.
Alasan di Balik Larangan
1. Pertentangan dengan Nilai-Nilai Budaya
Salah satu alasan utama di balik larangan lagu “APT” di beberapa negara adalah pertentangan dengan nilai-nilai budaya lokal. Banyak negara menganggap musik yang berasal dari budaya asing sebagai ancaman terhadap tradisi dan norma yang telah ada selama berabad-abad. Hal ini sering kali membuat pemerintah merasa perlu untuk melindungi budaya nasional dari pengaruh luar.
2. Isu Agama
Di banyak negara, terutama yang berlandaskan pada hukum syariah, musik yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama sering kali dilarang. Lagu-lagu yang mengandung tema kebebasan, cinta, atau gaya hidup modern dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh masyarakat. Ini menjadi salah satu alasan mengapa “APT” tidak diterima di beberapa negara tersebut.
Artikel Terkait : Spotify Mulai Menawarkan Lirik Lagu Berbayar
3. Politik dan Kontrol Media
Beberapa pemerintah menggunakan larangan musik sebagai cara untuk mengontrol informasi dan hiburan yang masuk ke dalam masyarakat. Dengan melarang lagu-lagu tertentu, mereka berharap dapat menjaga stabilitas sosial dan politik. Di negara-negara dengan pemerintahan otoriter, seperti Korea Utara, larangan ini menjadi alat untuk mengontrol opini publik dan membatasi akses terhadap informasi yang dianggap tidak sesuai.
4. Persepsi Terhadap Budaya Pop
Lagu-lagu K-pop, termasuk “APT,” sering kali dianggap mewakili gaya hidup barat yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai tradisional. Ini menyebabkan beberapa negara menolak untuk mengizinkan lagu-lagu tersebut masuk ke dalam masyarakat mereka, karena dianggap dapat memicu perubahan sosial yang tidak diinginkan.